PERTAHANAN DI BIDANG ENERGI
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro mengatakan, pertemuan Indonesia-Japan Energy Round Table menghasilkan tiga perjanjian kontrak baru di bidang minyak bumi, gas, dan energi senilai dua miliar dolar AS.
"Ada tiga perjanjian kontrak senilai dua miliar dolar AS, yaitu perjanjian perdagangan LNG antara PT Pertamina/BP Berau dengan Tohoku Electric Power dari Blok Tangguh di Papua selama 20 tahun dengan nilai satu miliar dolar AS," kata Purnomo kepada wartawan seusai pertemuan itu di Tokyo, Selasa.
Selanjutnya dua perjanjian lainnya adalah kontrak yang ditandatangani oleh PT PLN dan Sumitomo Corporation untuk proyek PLTU Tanjung Jati B senilai 500 juta dolar AS untuk meningkatkan kapasitas menjadi dua kali 600 MW dan akan selesai dalam jangka waktu 40 bulan, serta kontrak yang ditandatangi oleh PT PLN dengan Marubeni Corporation senilai 500 juta dolar AS untuk proyek PLTU Cirebon untuk meningkatkan kapasitas sebesar 600 MW.
Menurut Purnomo, selain tiga kontrak baru tersebut, kedua pihak juga menandatangani dua perjanjian lain, yaitu antara Badan Penelitian dan Pengembangan ESDM dengan Sojitz Corporation tentang jasa konsultasi, komersialisasi untuk "coal liquefaction".
Perjanjian lainnya adalah kesepakatan antara Badan Penelitian dan Pengembangan ESDM dengan Japan Bank for International Cooperation untuk kemitraan strategis dalam pengembangan bahan bakar nabati.
Dan Dalam rangka memberikan masukan kepada program kegiatan BPPT, pada Pra Raker BPPT kali ini diisi dengan pembekalan materi dari tujuh narasumber yakni; Bidang pangan dengan narasumber Alisjahbana Haliman (Direktur PT Haldin Pasific Semesta), bidang transportasi dengan narasumber Budi Darmadi (Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kemenperin), Bidang Hankam dengan narasumber Rizky Ferianto (Deputi Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan BAPPENAS), Bidang Kesehatan dengan narasumber Djakfarudin Junus (Direktur Indofarma), Bidang Energi dengan narasumber Ego Syahrial (Ka Pusdatin ESDM), Bidang TIK dengan narasumber Silvia Sumarlin (Ketua KADIN Bidang Telematika) dan narasumber yang terakhir adalah Luky Eko Wuryanto (Deputi Bidang koordinasi Infrastruktur dan Prasarana Wilayah Kemenko Perekonomian) untuk bidang MP3EI.
Pada paparan pertama dari bidang pangan disampaikan bahwa produk yang dihasilkan PT Haldin Pasific Semesta sangat dekat dengan BPPT, ” Industri kami bergerak pada bidang farmasi, kosmetik, makanan dan minuman. Apa yang kami lakukan di perusahaan ada dua teknologi yaitu liquid dan powder technology. Kita ambil bahan mentah, kemudian bagaimana caranya bahan mentah diproses sehingga mempunyai nilai tambah. Dari segi bahan mentah kami mencari bahan terbaik, dari segi proses, kita mengambil bahan baku dan diaplikasikan teknologi yang paling optimal. Terkhir dalam hal finishing product kita melihat segmentasi pasar. Dalam pengembangan teknologi dengan BPPT, tiga pilar itu yang perlu kita lihat. BPPT mempunyai teknologi dan proses, kami dari swasta membuka diri untuk kerjasama dengan BPPT di industri kita sendiri,” ungkap Direktur PT Haldin, Alisjahbana Haliman.
Menimpali pernyataan Haliman, Listyani menambahkan bahwa sudah saatnya kita hand in hand mengisi triple helix ABG. “Kita memiliki beberapa teknologi yang sesuai untuk pengembangan produk di PT Haldin,” ujarnya.
Pada pembekalan selanjutnya dari bidang transportasi disampaikan mengenai pentingnya riset dan pengembangan (R&D-red) dalam industri transportasi. “BPPT merupakan leader dalam industri terapan transportasi di Indonesia,” ungkap Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kementrian Perindustrian, Budi Darmadi.
Industri unggulan berbasis teknologi tinggi, lanjutnya, terdiri dari industri permesinan dan alat pertanian, industri elektronika dan telematika, industri maritim, kedirgantaraan dan alat pertahanan dan industri alat transportasi darat. “Hanya saja riset di komponen kita jauh ketinggalan. Contohnya saja galangan kapal kita seringkali merangkap juga sebagai industri komponen kapal. Makanya dibandingkan di Korea yang hanya tiga bulan menyelesaikan sebuah kapal, di Indonesia bisa setahun sampai dua tahun. Maka dari itu perlu sentuhan riset R&D terapan,” tambah Budi.
Pada sesi pembekalan bidang Hankam disampaikan bahwa Industri strategis Indonesia bersifat pasang surut dari mulai tahun 1970-an sampai sekarang. “Pengadaan alutsista nasional tidak diiringi dengan pemberdayaan industri pertahanan (Inhan tidak menguasai teknologinya). Hal ini menjadi faktor penghambat kemandirian pemenuhan alutsista,” ujar Deputi Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan Bappenas, Rizky Ferianto.
Sementara itu lanjutnya, salah satu Sasaran Pembangunan Jangka Panjang Bidang Hankam yang diamanatkan melalui RPJPN adalah terbangunnya profesionalisme prajurit yang didukung industri pertahanan yang andal. “Pemberdayaan industri pertahanan merupakan prioritas nasional RPJMN 2010-2014. Kata Kuncinya Adalah: Sinkronisasi Defense Acquisition Dan Pemberdayaan Industri Pertahanan. Oleh karena itu perlu peningkatan teknologi menuju high level technology guna meningkatkan kontribusi pemenuhan kebutuhan user (TNI/Polri),” ujarnya.
Sebagai rekomendasi, Deputi Bappenas juga menambahkan bahwa skenario komprehensif - Linkage yang kuat antara setiap Project R&D Hankam perlu dibangun. Kerjasama BPPT, Bappenas, dan KKIP dalam percepatan pengembangan Teknologi Hankam perlu diimplementasikan. “BPPT perlu mengidentifikasi “Key Technology”, strategi pemenuhannya, dan sumber daya yang dibutuhkan. Bappenas akan mendorong program R&D khusus Hankam berdasarkan rekomendasi teknologi BPPT,” tegasnya.
Pada sesi keempat yakni pembekalan bidang kesehatan diutarakan mengenai lemahnya penelitian dan pengembangan di industri farmasi. “Lemahnya bukan dalam knowledge peoplenya tapi tidak punya dana. Indofarma salah satu BUMN Farmasi di Indonesia yang fokus kepada manufaktur mempunyai arah kebijakan bisnis pada pengembangan produk dan bisnis herbal. Kemudian prospek untuk dikembangkan dengan dukungan teknologi adalah pengembangan produk herbal, generikisasi produk bioteknologi maupun chronic degenerative disease, pengembangan engineering pharmaceutical dan pengembangan nutraceutical,” ujar Direktur Indofarma, Djakfarudin Junus.
Dilanjutkan oleh Djakfarudin, mengenai pola kemitraan dengan BPPT tentunya harus berbasis manfaat, kemitraan harus memberikan manfaat baik untuk BPPT maupun BUMN Farmasi. “Kemudian market driven,bahwa kemitraan bisnis yang dijalankan harus berbasis pada market need. Selanjutnya adalah speed yakni kemitraan bisnis harus dijalankan dengan serius, dengan perencanan matang dan bukan sekedar formalitas,” jelasnya.
Pada pembekalan sesi ke lima bidang energi dengan narasumber Ego Syahrial (Ka Pusdatin ESDM), disampaikan bahwa telah terjadi beberapa anggapan yang keliru mengenai energi di Indonesia diantaranya; Indonesia adalah negara yang kaya minyak, padahal tidak, kita lebih banyak memiliki energi lain seperti batubara, gas, CBM, panas bumi, air, BBN dan sebagainya. Anggapan keliru lainnya adalah harga BBM harus murah tanpa berpikir bahwa hal ini menyebabkan terkurasnya dana pemerintah untuk subsidi harga BBM, ketergantungan kita kepada BBM yang berkelanjutan serta kepada impor minyak dan BBM yang makin lama makin besar serta makin sulitnya energi lain untuk berkembang.
Oleh karena itu arah kebijakan umum Kementrian ESDM adalah; Meningkatkan efisiensi, konservasi, dan pelestarian lingkungan hidup dalam pengelolaan energi. Meningkatkan pangsa sumberdaya energi baru dan terbarukan (EBT) dalam bauran energi nasional. Meningkatkan cadangan terbukti energi fosil dan mengurangi pangsanya dalam bauran energi nasional. Pengamanan pasokan energi, khususnya listrik dan migas serta mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya energi dalam pembangunan ekonomi nasional.
ESDM juga telah melaksanakan beberapa penelitian dan pengembangan guna mewujudkan hal tersebut. “ESDM telah melaksanakan Floating Storage Regasification Unit (FSRU) di Jawa Bagian Barat, Litbang Coalbed Methane (CBM) to Power, SPBG Mother Daughter system, pengembangan mikrohidro, pengembangan energi surya, dan gasifikasi batubara,” jelasnya.
Pada sesi pembekalan ke enam Bidang TIK dengan narasumber Silvia Sumarlin (Ketua KADIN Bidang Telematika) disampaikan bahwa Indonesia merupakan negara dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Hal ini berbanding lurus dengan jumlah pasar pengguna TIK di Indonesia dimana jumlah belanja TIK mencapai 220 triliun. “220 Triliun itu didapat dari komponen investasi belanja perangkat TIK, infrastruktur TIK, belanja online yang menggunakan TIK, pulsa dan komponen lainnya, bahkan target di 2015 nanti mencapai 440 T. Kenapa manufaktur kita sekarang tidak bertumbuh, pabrik kurang berkembang, karena salah satunya adalah akses untuk mendapatkan dana. Untuk itu faktor yang harus ditingkatkan adalah penggunaan produk lokal dan TKDN yang tinggi. Kemudian buruknya jaminan keamanan di indonesia juga perlu diperbaiki. Yang terpenting perkembangan ekonomi tidak terlepas dari bidang TIK. Saya yakin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar